Apa Itu: Pro[j]ek Mimpi

Foto saya
Jakarta, Indonesia
Selama mimpi ngga harus dibeli, jangan takut rugi menaruh hati pada keyakinan diri. Yakini dan miliki! |a reality book and workshop project by Bernadette Irene @blessedirene - seorang penulis kertas dunia maya,metalhead dan bekerja untuk tujuan kemanusiaan Motor penggerak kami adalah: ANDA dan jutaan pemimpi-pemimpi besar lainnya yang menginspirasi kami. Mari bermimpi - karena tidak ada mimpi yang kembali dengan sia-sia. Awal mewujudkan mimpi adalah dengan menuliskan mimpi itu sendiri. Kirimkan tulisan berisi mimpi kalian dalam format digital (.doc, .rtf atau .txt) ke projekmimpi@gmail.com Tulisan yang paling unik, inspiratif dan membawa motivasi bagi banyak orang akan dibukukan dalam "Pro[J]ek Mimpi" dan selanjutnya dipresentasikan ke dewan publik yg terdiri dari orang-orang awam,publik figur dan juga calon sponsor yang boleh jadi menjadi salah satu jalan untuk membantu mewujudkan mimpi-mimpi tersebut. Tidak ada batas waktu pengiriman tulisan. Mari bermimpi dan retaskan mimpimu dalam deretan aksara!

Sabtu, 26 November 2011

#1 [Persembahan Ketjil dari Kami untuk Para Sahabat]

Bersama dengan salah satu lingkaran keluarga [ketjil] Lentera Mahadaya dengan Pro[j]ek Mimpi  kami mengajak sahabat-sahabat sekalian untuk hadir di event ketjil kami yang pertama [#1]. -Always Support Love and Making Peace-


Tidak ada niatan yang lebih dari wadah ini, selain mengharap persatuan dan pembelajaran. Kami masih [dan akan selalu] muda, dan tentunya [akan selalu] mencintai segala esensi dalam Islam

Dalam acara ini, beberapa perwakilan dari Pro[j]ek Mimpi juga akan hadir dan berbagi cerita seputar mimpi dan harapan. Support and respect!

Sabtu, 19 November 2011

Kado Kecil Pemimpi Besar

Jawaban di titik bawah nol

Sebuah bingkisan kecil masuk diantar merpati pos digital ke kotak suara virtual. Bertelur..cekling dan kamipun mengambilnya dengan hati-hati. Telur berisi aneka ragam mimpi diletakkan di tumpukan jerami terbaik yang kami punya.Dari balik amplop bingkisan tertulis rapi agar semua yang berkaitan dengan jati diri si pengirim bingkisan disimpan saja dalam kotak penuh mimpi dan harapan. Satu-satunya yang tersisa selain jenis kelaminnya yang merupakan keturunan hawa adalah nama panggilannya, Silvy.

Perjalanan wanita muda ini dalam pencarian [jalan kebenaran] itu justru berawal dari kebencian. Rasa itu membuncah karena beban kekecewaan. Rasa perih akibat pecutan dan fondasi yang berseberangan.

Di usia belia, banjir pergolakan sudah memenuhi ruang otak. Logika beradu dengan fakta, hingga akhirnya menemukan jawaban yang berasal dari sebuah keyakinan.

Masa kecil wanita pengantar bingkisan pertama untuk Pro[J]ek Mimpi ini diakui penuh dengan keajaiban. Dari mulai kehilangan perhatian di tengah masa pencarian yang berubah pada keputusasaan. Namun lagi-lagi, ketika gelembung mimpi sudah terlempar ke udara, ia akan terus terbang tinggi dan tak ada yang bisa memecahkannya.

Keajaiban berikutnya mampir kepadanya dalam bentuk gelembung berisi koin pendidikan. Kling! koin dimasukkan dan kesempatan mengecap pendidikan gratis yang pada waktu itu hanya berhenti di angan, dan kepalan tangan akibat perasaan yang tak mengenakkan dari sebagian golongan.

Berangkat dari angan bercampur harapan, ia menceburkan diri ke dunia yang bergelut dengan salah satu kebutuhan dasar manusia, kesehatan. Meski tidak berhadapan langsung dengan yang menderita, namun setetes asa bisa diulurkannya pada mereka yang harus menjalani hidup jauh dari kenyamanan.

Ketika mendapat kesempatan menimba ilmu di bidang yang berkaitan dengan kehidupan orang banyak di sanalah banyak potret nyata sisi lain kehidupan dari kacamata yang berbeda. Perjalanan ke daerah pelosok negeri tercinta ternyata sukses membukakan mata. Membuatnya meneteskan titik-titik air mata yang diyakini penuh makna.

Dalam rangkaian aksara sederhana, lewat aktivitas kesehariannya yang berhubungan dengan kesehatan dan kemanusiaan, pertolongan bisa diulurkan. Sebuah titipan dari sang pencipta kehidupan dan juga balasan karena dirinya sering banyak menerima uluran bantuan.

Lewat kacamata multidimensinya, ada kuotasi luar biasa: hidup adalah keajaiban, anugerah dari Allah. [Setiap orang adalah bintang, dan akan bersinar dengan caranya dan jalannya masing-masing. Dan jalan hidup tak selalu tanpa kabut, tapi pelangi selalu akan muncul sehabis hujan. Itu adalah satu-satunnya janji Allah yang bisa menguatkan kita ketika terjatuh]

Salam Mimpi,



//Pengirim Bingkisan//
*Dari pengirim bingkisan yang nama lengkapnya [belum] ingin dimunculkan*

Rabu, 16 November 2011

Cipratan Ide Pagi [Enrico 'iccolatte' Rinaldi]


Sluurp, sambil menyeruput kopi panas dari ketinggian beberapa kaki di barat ibukota, kotak pos Pro[j]ek Mimpi kembali kedatangan paket mimpi.  Setelah amplop berisi lembaran cerita yang membuka pandangan kini sebuah kotak dengan aksen hitam, merah dan putih.

Dengan hati-hati kami membuka penutup kotak dan di dalamnya ternyata terdapat kotak persegi imaji dengan rangkaian aksara "Donasi Ide untuk Pro[j]ek Mimpi". Logomimpi #1 Pro[j]ek Mimpi akhirnya datang dari seorang sahabat PM yang lahir ke dunia dengan nama Enrico Rinaldi dan dikenal di dunia maya dengan nick 'iccolatte'

Ada tiga elemen warna dalam logomimpi #1. Merah untuk menggambarkan kegaharan, hitam akan kegelapan dan putih yang identik dengan kebaikan. Muncratan darah dari tembakan adalah ungkapan bila kita semua pernah merasakan sakitnya terkena tembakan. Entah peluru nyasar, ditembak dari belakang ataupun memang sudah menjadi target sasaran. Namun kesemuanya tidak menjadikan mimpi-mimpi kita hancur.


Dalam kacamatanya di tengah kesibukan merampungkan halaman, baginya mimpi adalah 'Wujud Abadi Kebahagiaan'. Cukup tiga kata untuk menjabarkannya. Sama dengan kandasnya tiga band yang pernah dinaunginya namun tidak menghancurkan asanya untuk terus menggantung mimpi. 

Minggu, 13 November 2011

Buang-buang Mimpi [Muhammad "Bounty" Bantarangin]



Sisa Buangan Anti Pengangguran
Ketika keranjang sudah terasa semakin penuh, ada saatnya untuk membuang. Bukan hal mudah untuk rela membuang. Namun agar wadah tak tumpah, isi harus dikurangi. Inilah yang terlontar dari seorang Mohammad Bantarangin atau sebagian besar orang mengenalnya sebagai Bounty ketika mengupas sebuah kata sakral: mimpi. Dan tentunya lebih dari sekedar oleh-oleh dari pulau bantal.

Dilahirkan dari keluarga yang cukup berada, namun juga harus kehilangan orang terdekat yang paling disayang [ayah-red] harus pergi selamanya ketika umur Bounty masih belia. Kehilangan jelas membuat terpukul. Namun dari sinilah pencapaian mimpi dimulai.

Kehidupan Bounty kecil serta merta berubah. Rumah mewah yang tadinya dihuni ibu, harus rela untuk memejamkan mata di hunian yang kian sempit dan bahkan akhirnya menerima opsi untuk tinggal di rumah kontrakan yang benar-benar hanya satu petak kamar saja. Namun hal ini tidak membuatnya kecil hati. Justru kebalikanya, semua pengharapan dari orang-orang terdekat menjadi amunisi sejati.

Darah musik yang mengalir membuatnya enggan melanjutkan sekolah menengah ke tempat yang 'biasa'. Sekolah Menengah Musik Jogjakarta menjadi tempat melanjutkan impiannya. Meski secara akademis Bounty memiliki kemampuan di atas rata-rata.

Lagi-lagi sistem pendidikan negara yang carut marut membuatnya gagal masuk di tahun pertama. "Hanya" karena telat membayar uang pangkal. Namun lagi-lagi banyak petikan arti kehidupan yang boleh jadi tak akan didapatkannya bila mengecap bangku sekolah. Bounty berkenalan dengan banyak eks SMM yang rata-rata didominasi seniman.

Nampaknya pembelajaran jalanan sudah terlanjur melekat pada diri Bounty. Tahun kedua kegagalan masuk SMM membuatnya memutuskan untuk tidak melanjutkan dunia persekolahan formal. Keputusan yang tidak mudah diterima oleh kebanyakan orang, dan lagi-lagi pembuktian adalah kunci pengakuan.

Jalanan memang memberikan banyak suntikan bagi Bounty. Banyak hal dipelajarinya dari jalanan. Mulai dari cara mencari makan hingga pelajaran kuliahan. Namun tetap, ada sisi rebel darinya. Baginya, dikalahkan [secara skill] adalah suatu ketabuan. Dan terbukti bila apa yang dipegangnya bukan sekedar rangkaian aksara, namun sebuah realitas. Salah satu analisis hebatnya adalah mengenai kategori orang pintar yang ternyata bukan terukur secara akademis, kemampuan menjelaskan suatu hal yang dengan sangat sederhana adalah suatu patokan yang tak terkalahkan.

Kecintaan terhadap musik masih belum luntur (bahkan kian menjadi-red). Kesempatan bekerja di studio musik memberinya banyak ketenangan untuk mempelajari berbagai ilmu yang bertalian dengan kesukaan bermodal kemampuan Bahasa Inggris yang dipelajarinya secara otodidak. Di masa ini (1997), Bounty
bertemu dengan anak-anak band metal syiar Purgatory.



Meski mengaku memiliki masa lalu yang kelam, ayah satu anak ini enggan berbagi cerita seputar detil masa-masa kelamnya karena baginya tren 'kelam sebelum melek' adalah suatu hal yang sifatnya super tabu. Hingga detik ini, boleh jadi banyak mimpi telah dibuang ayah satu anak ini. "Mati di jalan Allah". Sepenggal kalimat singkat dengan makna dalam walaupun jalan menuju kesana sendiri diakui Bounty tidak pernah dipikirkannya. Sebagian jalan kecilnya boleh jadi dengan ia menjadi personil Purgatory dan menelurkan kreativitas di film dan klip. Dengan sukses pula ia meredefinisi arti pengangguran [ketika sudah tak tahu lagi apa yang harus dikerjakan-red] Pencapaiannya saat ini jelas tak luput dari kuotasi yang maha dahsyat dari Q.S Al-Baqarah 286. "Segala kebaikan dan kekurangan yang terjadi saat ini adalah buah dari tanaman masa lalu kita semua,"

Sabtu, 12 November 2011

Fighter//Believer [Rince "Rinsdark" Kurnia Dewi]



Jeritan Mimpi Seorang Pejuang Bawah [Tanah]
Pilihan musik adalah cerminan sikap dan juga [mimpi]. Berawal dari menyanyi di atas meja untuk sekedar menghibur keluarga Rince Kurnia Dewi yang membumi sebagai Rinsdark berbagi segumpal cuap tentang mimpi.

Darah musik tersuntik sejak masih belum mengecap bangku sekolah. Sementara biusan rock dialirkan orang yang melahirkannya ke dunia saat masih berseragam putih merah.

Sebagai anak satu-satunya dan merupakan satu keturunan kaum hawa, Rince tidak merasakan masa-masa penuh kekangan. Namun baginya kebebasan adalah suatu hal yang membuatnya belajar akan kepercayaan.

Puluhan tahun kebelakang, penampilannya boleh jadi mirip poser ketimbang seorang rocker. [Ketika seorang rocker mengenakan sendal jepit ketika 'naik haji' di konser band rock kenamaan kelas dunia] pastilah banyak orang yang kini mengenalnya tentu sedikit terkaget.

Jejak kewanitaannya masih tersimpan ketika berseragam putih abu dengan dengan menjajal menjadi cheerleader. Namun musik terlanjur mendarah di antara daging, sehingga 'kegilaan' barunya ini sengaja ia tinggalkan.

Kecintaannya terhadap musik cadas membuat hasrat Rince membuncah untuk tergabung dalam sebuah band dan tampil gila-gilaan di depan penonton. Boleh jadi karena bakat ugal-ugalan itu pula, Rins memilih untuk bermain musik punk bersama Punktat dan mengisi teriakan-teriakan anti kemapanan.



Masa-masa pasca lulus menjadi pelajar sekolah menengah dilalui Rins dengan bermusik sambil mencoba merampungkan studinya. Tak seperti mereka yang gentar menyuarakan anti kemapanan, penyuka film horror ini mengaku sempat dua kali bekerja di industri korporat. Kenyamanan dan kebutuhan untuk memberikan nafas lebih panjang bagi scene asuhannya membuatnya harus berkompromi dengan kehidupan. Sayang kapitalisme terlalu angkuh untuk menerima komprominya. Keeksisan yang menggebu di situs jejaring sosial sempat membuatnya harus meninggalkan 'kursi panas' nan empuk.

Rins menemukan dunia baru di tahun 2007 [media-red dengan bergabung bersama Provoke]. Masih di bawah bendera musik dan DIY, ia mengupayakan pergerakan melawan kemapanan dalam format yang lain. Namun lagi-lagi, kenyataan di lapangan membuatnya kelelahan dan menjadi pekerja rumahan.

Rumah dan mimpi-mimpi Rins nampaknya berjodoh. Kebahagiaannya sebagai musisi [lewat band gothic Gelap-red yang lahir dan dibesarkannya - www.gelapsenja.com] tetap bisa diraih dan banyak pihak tersenyum lebar dengan melihat kreasi busana dan membeli tiket band-band cadas nagri. [Bisa diakses di www/ hershiningdark.blogspot.com]


Meski mengaku sudah sukses meraih mimpi, pengagum sosok ibu ini memiliki pengharapan bila bisa memutar jarum jam. Sebuah keinginan 'sederhana' dengan menjadi isteri yang baik untuk suami dan anak-anaknya. Dan juga membesarkan scene musik bawah tanah lewat sebuah EO yang berbeda dari yang selama ini pernah kita kenal. "Never say late to learn" nampaknya meleburkan makna yang sangat dalam bagi seorang Rins. 

Rabu, 09 November 2011

Pengharapan sebuah Ketidakinginan [Irmalida Arni]

Rajutan Mimpi Kuli Tinta Wanita

Siapa yang mau lahir tak diinginkan? Dibesarkan dengan keluargan militan dan terasing dari teman-teman. Perasaan tertekan dan hati yang tak karuan bercampur menjadi satu. Inilah yang dialami seorang Irmalida Arni di masa masih menjadi seorang gadis kecil. Namun dari sinilah, Irma tanpa dirasa meniup gelembung mimpi. 

Muncul ke dunia di sebuah kota kecil yang tiga puluhan tahun lalu masih belum terkena modernisasi ketimbang ibukota. Dihadapkan dengan kenyataan bila keluarga memiliki pengharapan agar memiliki keturunan kaum Adam dan ternyata berbalik arah tidak meredam didikan militan.

Sapuan ikat pinggang hingga benda-benda keras lainnya sudah menjadi makanan keseharian. Tak ada mainan khas perempuan, mencoba membuat Irma kecil lupa bila dirinya masih seorang yang memiliki sisi kelembutan dan gemulai kewanitaan.

Hitung-hitungan menjadi pelajaran yang tidak menyenangkan ketika ia masih berseragam putih merah. Pembagian menjadi simbol yang mengerikan bak mata setan. Semua terjadi lantaran didikan penuh ketegasan yang sayangnya berbuah pada ketakutan.

Seragam putih merah berganti menjadi putih biru. Namun warna kehidupan belum kunjung berubah. Dibesarkan dengan kultur menjadi seorang lelaki menjadikan Irma serasa terbius musik-musik yang tidak biasa dinikmati kaum hawa. Pertemananpun tak seperti kebanyakan teman seusianya berawal dari kenyamanan berteman dengan lawan jenis.

Sayang, ketika sekali dipertemukan dengan seorang sahabat wanita, tanda silang terbentang. Kehidupan generasi muda yang bebas lepas membuat kerikil tajam harus diinjaknya. Meski perih, bibir hanya mampu bersuara lirih, sementara raga hanya bisa menahan rasa.

Hidup boleh jadi berwarna hitam, namun siapa sangka kembang merah jambu menjadi penghias? Masa-masa berseragam putih abu menjadi awal berkenalannya Irma dengan percintaan yang tadinya serasa tabu. Namun setelah harus menginjak kerikil bersama teman wanita, kini harus tersedak duri lantaran bermain perasaan dengan kaum Adam.

Namun pencipta kehidupan akan selalu adil. Ditiupkannya kebisaan merangkai kata pada Irma dan mading sekolahan sukses menjadi tontonan banyak orang. Dari sinilah, pisau terasah sendirinya dan mengantarkannya meraih pengharapan kehidupan.

Penguasa semesta memang bukan seorang yang pelit berbagi. Dipercayakannya kemampuan berdagang pada Irma dari mulai berdagang ‘amunisi perang’ hingga pewangi badan. Kecintaannya akan musik merasuk dalam bakat dagangnya di toko virtual Bakul Metal.

Kecintaan pada deruan distorsi dan hingar bingar yang menghantarkannya menjadi salah satu figur penting dari jalur distribusi alat-alat musik berbagai merek kenamaan. Tanpa perlu menghapus kegemarannya dengan dunia tulis menulis dan jurnalistik [terwadahi lewat Dapur Letter dan Music For Life]. Hingga akhirnya band rock nasional legendaris [ROTOR-red] meminangnya. Semuanya tak pernah dibayangkan Irma ketika masih berjibaku dengan pukulan-pukulan dan takutnya pada hitung-hitungan. Namun boleh jadi pencapaiannya adalah mimpi orang-orang terdekatnya, juga pengharapan publik yang mengenalnya.  Dentuman Cannibal Corpse dan Suffocation jelas menjadi roket peluncur semangatnya dan pemikiran-pemikiran hebatnya nampak tercermin dari suapan ilmu Karl Marx, Kottler dan sang ayah.

Emak metal dua anak ini [penguasa jagat raya memberikan ASI yang berlimpah sehingga anak-anaknya mendapat ASI eksklusif selama 3 tahun, meski kesibukan terus menderanya dan pencapaian ini adalah buah salah satu mimpinya]  mengaku tidak mau kembali ke masa manapun dari kehidupannya sekarang. Namun bila diberi kesempatan untuk mengulang hidup, Irma ingin menyapu semua ‘kotoran’ yang menempel erat di perjalanan hidupnya. Keyakinan akan mimpi masa depan dipupuknya dari semangat  menanam dan menuai. “Apa yang ditanam, itulah yang akan kita tuai”, sama halnya dengan mimpi yang ditanam dan berbuah kenyataan masa depan. 

Selasa, 08 November 2011

Mengacak Dunia Segiempat [Bernadette 'Renee' Irene]



Berkaca di Cermin Mimpi

Berawal dari kelas bawah lalu merangkak naik menjadi penghuni dunia kelas atas? Ah itu biasa. Mendadak hujan materi dan lupa kulit? Sudah ribuan cerita. Namun apa kabar untuk seorang anak tunggal yang sempat menikmati gaya hidup kelas satu, namun akhirnya harus menghadapi jungkir balik hidup 180 derajat dan berhasil kembali bangkit? Seorang wanita bernama lengkap Bernadette ‘Renee’ Irene menerjang badai dengan modal mimpi.

Tumbuh dari keluarga berada dan berlatar belakang pendidikan baik membuat kehidupan Renee kecil nyaris sempurna. Rumah mewah di kawasan yang cukup bergengsi di ibukota, cukup duduk manis setiap akan pergi kemanapun, dan tentunya mengenyam pendidikan di tempat dengan level nomor wahid dan tentunya dibekali dengan fasilitas pembelajaran yang luar biasa.

Namun penguasa jagat raya seolah tak ingin membiarkan umatnya manja. Di penghujung ia menghabiskan masa-masa indah berseragam putih merah, badai menghantam. Hati yang hanya satu-satunya itu hancur ketika mengetahui bila orang tua yang selama ini membesarkannya ternyata tak pernah mengandungnya.

Semenjak pengorekan fakta itulah, perlakuan tidak menyenangkan mulai menyeruak. Dari mulai gebukan sapu hingga aneka benda tumpul sudah menjadi kudapan setiap hari di hunian. Kehidupan rumahan menjadi tak lagi menyenangkan, kabur-kaburanpun menjadi pilihan.

Kesakitan-kesakitan itu disimpannya di urat nadi, boleh jadi wanita yang telah lima kali menjajal menghabisi nyawanya sendiri [namun gagal dan mengantarkannya untuk mengingat kewajiban 5 waktu] sehingga akhirnya melempar asa ke udara dalam bentuk gelembung-gelembung mimpi.

Bicara soal polah masa muda, Renee adalah seorang perempuan yang sangat preman. Belajar membuat ‘kerajinan tangan’ di akhir berseragam putih merah dan kian menggila ketika memasuki era kehidupan sekolah menengah.  Nyaris segala kenikmatan tak ada yang terlewat untuk dicicipinya.

Keputusannya melanjutkan studi di sekolah menengah pariwisata dan perhotelan kembali ditentang keluarganya.Namun Renee tak menyerah dengan keadaan. Meski ditentang, tetap melanjutkan dan menyelesaikannya dengan hasil terbaik.

Lepas sekolah menengah ternyata tak membuka ruang bebas baginya. Kuliah di luar kotapun menjadi dalih untuk melangkah jauh dari rumah. Mengenal kehidupan baru di Bandung, ia menikmati nafas bebas yang beda. Malam seolah tak pernah habis. Mulai dari sekedar eksis di warnet sampai pagi hingga berpesta seolah tak ada hari lagi.

Gagal merampungkan kuliah pertamanya, Renee kembali ke ibukota. Menjajal peruntungan studi di tanah kelahiran, dan sampai detik ini [belum] mengantongi ijazah. Tak pelak, orang tuanya memberi bingkisan vonis ucapan bila dengan keadaannya yang [hanya] berbekal ijazah SMA anak satu-satunya ini [cuma] layak menerima upah setara PRT.  Meski sempat terpelanting-pelanting, sang penguasa jagat raya tak pernah berat sebelah. Dititipkannya kemampuan berbahasa yang luar biasa pada wanita pecinta musik cadas ini. Disalurkannya kebisaan ini lewat mengajar dengan upah seadanya. Sementara hasrat meracau dimuntahkannya lewat deretan kata di lembaran dunia maya.



Di usia yang terbilang belia, Renee harus menjadi ibu bagi seorang anak sendirian. Keputusan berat ini diambilnya setelah sang mantan suami tak kunjung berhenti dari jerat pemadat. Setelah memutar-mutar otak, akhirnya ia memutuskan untuk terbang ke Pulau Dewata demi mengepulkan asap dapur dan membesarkan buah hatinya dengan penuh cinta dan memenuhi segala kebutuhannya tanpa kecuali. Lagi, sang pemberi kehidupan memberikan berkah untuk seorang ibu dan anak dengan mengirimkan kepercayaan padanya lewat pekerjaan yang bagi sebagian orang tanpa ijazah kuliahan hanya dianggap mimpi - jabatan Manager untuk beberapa perusahaan lokal dan asing terkemuka selalu berhasil disandangnya

Kegundahannya semakin mencuat ketika keyakinannya terusik. Hingga akhirnya ia menemukan keajaiban shalat dan adzan yang membuatnya bersimpuh dan memutuskan untuk mengucap dua kalimat syahadat. Keputusan ini kembali ditentang keluarga, hingga tak ada sekecap aksarapun yang keluar dari mulut kedua orang yang membesarkannya.

Gelembung mimpi Renee membawanya kembali ke ibukota di tahun kelinci ini. Namun kini semangatnya seolah kembali membuncah. Ia menemukan banyak keajaiban dari banyak tiupan mimpi yang tak terlupakan. Mulai dari bertemu seorang pasangan yang tak bisa dilepaskan, menjadi wanita seutuhnya dengan menutup yang seharusnya tak boleh dilihat, hingga bekerja untuk tujuan kemanusiaan tanpa kehilangan aura tomboismenya.  Mimpi masa depannyapun begitu sederhana namun bermakna dalam. “Ingin berbagi dengan banyak orang agar tak lagi malu menghitam di masa lalu,”.



Hijabers can still rawkin fo' sure


Perjalanan ke Ujung Mimpi [Eko Budi 'Buday' Minarto]

 
Tuntaskan, Jangan Biarkan Tak Habis
Siapa sangka dIbalik raut garang, seorang pencabik gitar yang sempat tergabung dalam sebuah band underground dengan distorsi yang meraung-raung memiliki mimpi besar yang [luar] biasa. Untuk mengetahuinya, jelas diperlukan analogi sejati dari mata hati. Sedikit kebingungan teraut di wajah pria bernama pemberian orang tua Eko Budi Minarto dan akrab disapa ‘Buday’ ini ketika ia mencoba merangkai kata akan sebuah mimpi dari balik kacamatanya.

Musik rock yang menjadi kegemarannya boleh jadi tak kalah keras dengan kehidupan ayah dari dua orang anak laki-laki ini. Namun siapa sangka, darah cadas inilah yang menghantarkannya ke suatu masa yang disebutnya sebagai ujung mimpi.

Masa kecilnya dihabiskan layaknya kebanyakan bocah pada umumnya. Bermain dan berada dalam asuhan orang tua yang penuh kehangatan. Namun semua berubah sejak seragam putih merah berubah menjadi putih biru. Perhatian orang tua mulai berbeda kadar. Merasa ingin membuat mereka tersadar, Budaypun menjajal menciptakan berbagai aksi tanpa merasa gentar.

Uang jajan yang cukup melimpah membuatnya bebas menguasai jalanan. Derungan musik rock tetap menemani keseharian. Seragam boleh masih putih biru, namun jiwa sudah berubah menjadi penikmat aneka ‘jajanan’ jalanan. Namun hal ini tidak membuatnya menjadi anak ‘kurungan’, justru kebebasan tingkat dewa menjadi santapan.

Aksi nekatpun dilakukan demi mengembalikan perhatian kedua orang yang membuatnya terlahir kedunia. Kali ini dengan sengaja menyembunyikan ‘pil kebahagiaan’. Namun ketika ketahuan, justru perselisihan antara keduanya yang terjadi.

Kekesalan kian menggunung membuatnya jengah dan memilih untuk semakin ugal-ugalan. Buku-buku tulisnya penuh dengan goresan ‘Fuck All The People, I Love MySelf’. Tak lagi ada orang-orang yang bisa dipercaya. Semuanya menjadi terlihat imitasi. Perkelahian sudah menjadi makanan sehari-hari saat berseragam putih abu. Setiap belokan selalu membuat hati deg-degan.

Masa kegelapan ini membuat Buday sukses menyelesaikan SMA dalam waktu 5 tahun. Lulus ternyata tidak membuat masa depan mendapat pencerahan. Yang ada justru perdebatan antara angan dan harapan orang tua yang berbuah pada tekanan.

Rumah dan studio musik tercintanya menjadi terasa membosankan karena tidak adanya keseharian. Akhirnya kuliah menjadi pilihan walaupun jauh dari harapan. Prinsipnya pada waktu itu adalah mencri kebebasan yang tak bisa didapatkan bila menjadi anak rumahan.

Kehidupan kampus belum memberikan pengaruh yang bagus. Hingga akhirnya di tahun 1997, Buday bertemu dengan band metal syiar Purgatory dari perkenalan di sejumlah gigs yang kerap disambanginya. Entah angin apa yang membuatnya merasa nyaman di dalamnya dan menumpahkan segala penat yang menyumbat.









Di tengah-tengah keugal-ugalannya, Buday disodori kumpulan lembaran oleh rekanan satu bandnya berjudul Samudera Al-Fatihah yang sukses membuktikan dengan logis akan arti ketuhanan. Walau ia mengakui hidupnya masih belum mengenal berbagai norma keagamaan.
Pada masa ini pula ia mendapat titipan seorang anak lelaki, buah perkawinan dengan seorang wanita yang begitu membekas di hatinya saat duduk di bangku kuliah. Masa inilah yang membuatnya mulai tertampar dari tidur panjang dan mengecap lagi kehidupan sebagai pemimpin keluarga. Namun apa daya, situasi membuat kapalnya harus rela ditenggelamkan.

Kehidupannya yang gelap berangsur-angsur memudar dan penguasa kehidupan mempertemukannya dengan seorang pasangan pendamping hidup di tahun 2009 lalu. Hingga memiliki buah pernikahan kedua [seorang anak laki-laki yang lucu nan menggemaskan] Rayyan Widi Alastair.


Sekitar satu dasawarsa bersama Purgatory yang banyak menyuntikkan banyak hal positif akhirnya dilepas namun tidak pernah melupakan arti kebersamaan dan mimpi-mimpi yang pernah diraihnya bersama teman-teman seperjuangan.

Pergulatannya dengan dunia digital imaging dan musik tidak membuatnya menggantung mimpi sebagai musisi hebat atau desainer handal. Baginya, mimpi semacam itu hanyalah bagian dari sebuah mimpi besar. “Menjadi ini atau itu hanya bagian sebuah perjalanan. Semua akan berujung pada memberikan yang terbaik untuk keluarga. Mimpi terbesar saya adalah memberikan yang terbaik untuk kedua putra saya Rayyan dan Bio, serta istri tercinta Dewi ‘Iwed’ Andriani. Jalannya seperti apa, biarkan penguasa kehidupan yang menunjukkan,”.


Minggu, 06 November 2011

Menutup Tanpa Ditutup-tutupi [Dewi 'Iwed' Andriani]

Tamparan Mimpi dari yang ke Dua Puluh Lima
Tik, tik, tik, jarum jam terus berdetik menjelang pergantian hari. Sepi, mayoritas penghuni bumi tengah bermimpi dan kami merajutnya. Inilah, pemimpi dahsyat ketiga yang rela meretas malam menanti pagi untuk berbagi mimpi [indah] dan [besar]. Hijaber muda ini muncul ke dunia dengan nama Dewi Andriani, namun memilih untuk membalik nama depannya sendiri jauh sebelum pembalikan nama menjadi sebuah hal lumrah.

Tidak semua manusia mampu berada di 'tiga dunia'. Bahkan satu saja sudah cukup memusingkan. Berbekal mimpi hebat Iwed mampu menjalani tiga dunia (musik, budak kapitalis dan membina keluarga). Lebih hebatnya lagi, kesemuanya bisa dibaginya dalam kadar yang pas!

Masa kecil mama metal berusia belia ini boleh jadi 'hanya' sebelas dua belas dengan kebanyakan mereka yang lahir di pertengahan 80-90'an silam. Besar dengan suntikan keagamaan yang super kental, namun masih dengan segunung semangat perlawanan.

Menemukan diri memiliki bakat menarik suara sejak masih menjadi bocah [tanpa ingus]. Namun untuk urusan yang satu ini, kata hanya yang disebut sebelumnya tak berlaku. Musik-musik tensi tinggi mulai menjadi bahan konsumsi saat teman sepermainan masih sibuk berkutat dengan aneka jajanan.

Keterikatan dogmatik pada ajaran keagamaan membuat ia di masa  lekat dengan nafas religi. Mulai dari kewajiban lima waktu hingga melantunkan ayat-ayat suci setiap hari. Meski begitu, tak banyak [bahkan mungkin tak ada yang tahu] bila semua yang dijalaninya ketika itu hanyalah kosong layaknya sebuah tong bolong.

Peraturan ketat pastilah menimbulkan perlawanan. Di lingkaran normalnya, Iwed nampak menonjol dengan aksi 'ugal-ugalan'nya. Termasuk ketika segudang perkataan, permintaan hingga pemaksaan untuk menutup yang tidak selayaknya dilihat pada seorang muslimah menghampiri ketika ia masih berseragam putih biru.

Pencipta semesta memang kerap menyampaikan berita lewat mimpi. Salah satunya adalah mimpi Nabi Ibrahim yang harus menyembelih putranya Ismail. Mimpi jugalah yang 'menampar' penyuka segala sesuatu berbau gothic ini. Sang Nabi ke-25 menyambanginya dan melontarkan rangkaian pesan.  'Mimpi indah yang menyeramkan' ini membuat Iwed memutuskan untuk menutup seluruh bagian tubuhnya rapat-rapat.

Tak hanya ditampar di mimpi, di awal perjalannnya memutuskan untuk meninggalkan semua yang nikmat untuk dilihat, lingkungan turut memberikan tamparan hingga nafas nyaris tercekat.  Namun di titik terendah ini, Iwed menggeliat dan menebar bibit mimpi terdahsyatnya, pergi ke negara-negara di Eropa [yang melarang hijab] dan bertemu dengan hijaber-hijaber di sana untuk saling berbagi cerita, mengorek banyak mimpi mereka yang terpendam sebelum akhirnya merajutnya dalam balutan kumpulan lembaran.



Teriakan-teriakan Lacuna Coil, Unearth, Deftones, Within Temptation dan segudang 'kemarahan indah' yang kerap dilantukannya turut menjadi pemompa semangatnya menggapai mimpi. Dan tak hanya itu Iwed juga menyuarakan pergerakan lewat teriakan dan kritikan berkat kemampuan vokalnya, [mantan vox Gelap-red] dan kini tengah berencana membangkitkan kembali nyawa bermusiknya. Yang tadinya melawan karena takut gerah, kini menjadi gerah ketika sesuatu yang seharusnya menjadi kewajiban, bisa dijalankan dengan penuh kebebasan diputar balik menjadi tekanan bahkan ancaman.

Tak hanya sekedar meracau lisan, Iwed membuat gebrakan dengan menciptakan berbagai tutorial kreasi hijab yang hingga kini masih terus bermunculan di situs berbagi video yang bisa diunduh gratisan dan mengemasnya menjadi bukan sekedar tontonan namun juga menyuntikkan bius secara tak sengaja kepada banyak muslimah muda yang boleh jadi  masih mencari ribuan alasan untuk menunda. Dua elemen [video dan teriakan di panggung] adalah bagian dari gebrakannya. Masih merasa kurang, ia menuliskan banyak hal di halaman dunia maya [setelah sebelumnya pernah menjadi penulis untuk zine DapurLetter].



Semangat lainnya juga ditularkan melalui kesehariannya. Buahnya? Pekerjaan dengan posisi yang banyak diidamkan [menjadi Sekretaris Direktur perusahaan telekomunikasi terkemuka] dan keluarga kecil yang penuh dengan kehangatan. Semuanya bisa dilakukan tanpa perlu meninggalkan kesenangan.



Pemberontakan adalah bagian dari pergerakan. Tikaman-tikaman masa lalu berbuah menjadi kekuatan. Ketika yang dilakukannya banyak memberikan inspirasi dan mendatangkan kebaikan, tiga kalimat pendek"Dream Big, Start Small. Move Fast" adalah amunisi terampuh untuk meraih mimpi-mimpinya.


Jumat, 04 November 2011

"Konsisten dan Komitmen" [Muhammad 'BetoPe' Arfah]

Celupan mimpi sang Liasion Officer

Pemimpi berikutnya yang berhasil kami hampiri dalam perjalanan awal Pro[j]ek Mimpi adalah seorang pria yang baru saja resmi menjadi ayah sebulan lalu. Nama yang disematkan di hari kelahirannya boleh jadi tak banyak dikenal publik, Muhammad Arfah. Namun dengan petuah yang entah didapat dari mana, munculah nama 'panggung' Beto.

Bicara soal kenapa kami menyebutnya nama 'panggung', ia bukanlah seorang selebritis yang kerap beraksi di atas panggung. Namun tangan dinginnya membuat banyak band berhasil mendapat panggung dan deretan band-band yang tadinya hanya bisa didengar atau ditonton via streaming dan deretan DVD bajakan kini muncul di depan mata dan membuat para headbangers  bersorak kegirangan.

Jalanan memang akan selalu berlubang, apalagi di negara tercinta. Sama halnya dengan kehidupan para pemimpi, termasuk Beto. Masa lalunya tak kalah hitam dengan baju-baju metalnya. Orang tua yang kerap memberi 'hadiah' yang mengejutkan membuat batinnya mengalami tekanan. Bagaimana tidak, segala macam bingkisan pernah dicicipinya. Mulai dari pecutan lidi sampai raket dan nyaris disembelih (ya, dalam arti sebenarnya layaknya hewan yang akan menjadi pengisi perut yang keroncongan).

Bukan manusia bila tahan terus diinjak. Kesenangan remaja (dalam bentuk kenakalan jajan obat-obatan) menjadi pemuas perasaan. Meski begitu, masih ada energi positif yang disimpannya. Prinsipnya adalah, kenakalan adalah pengalaman selama tidak menyusahkan [orang lain]. Itu adalah perkataan satirnya untuk para pecinta 'senang-senang' yang memilih untuk menggunakan namun ujungnya hanya menyusahkan.

Aparat berbaju cokelat nampaknya terlalu gatal tangannya untuk membiarkan ia tak terjerat. Bangku kuliah harus ditinggalkannya lantaran teralis besi berlantai dingin menantinya untuk menjadi hotel gratis sebelum masa pembersihan dimulai.

Langit tak akan selalu gelap dan terang bisa datang kapan saja. Setelah pembersihan di pondokan dilakukan [dengan terapi dedaunan dan terapi dzikir] pencipta semesta memberi kesempatan untuknya kembali memasuki dunia yang dalam versinya disebut sebagai kehidupan fana dan hina.

Kembali ke bangku kuliah, sembat beberapa kali membuatnya nyaris turut tercebur ke kubangan masa lalu akibat pengaruh teman seperkumpulan. Namun pada waktu itu ada keasyikan baru[walaupun masih dalam bentuk ilegal], membuat radio sendiri. Dengan modal komputer tempur dan pemancar alakadabra, Beto mendirikan radio tanpa nama. Memutar lagu-lagu dan akhirnya menerima request sebelum berbuah iklan dari tukang bakso dan bahan bangunan. Meski akhirnya harus rela memreteli semua perangkatnya demi alasan perdamaian dengan pihak-pihak yang menginginkan legalitas berbalut komersialitas.

Menjadi mahasiswa sudah, membuat Beto tak sabar lagi untuk bebas tak terikat jadwal mata kuliah dan bebas mengais rupiah.  Kecintaannya terhadap musik berhasil membawanya masuk dalam suatu kotak pekerjaan yang memuaskan hasratnya terhadap musik dan membuat dapurnya tetap mengepul.

Berawal dari mengurusi Napalm Death (2005) dengan modal Bahasa Inggris (yang menurutnya belepotan) namun berhasil menjadikannya pede ketika menatap seorang penjual pulsa di mall ibukota yang bercakap-cakap dengan bule dengan pedenya tanpa peduli benar salahnya. Bersambung dengan menemani Kreator yang juga sukses memekakan telinga para metalhead di tahun yang sama.

Tahun-tahun berikutnya bisa jadi menjadi awal meroketnya nama Beto. mulai dari menemani Pukelization (2006), di tahun yang sama juga sukses menemani Blindhate, Disgorge dan Dawn of Azazel.

Meroketnya pamor Beto juga membuatnya mendapat tawaran untuk memanajeri band-band lokal. Sembari masih bekerja mensupport kedatangan band-band underground internasional, dengan gayanya yang super unik [rasanya hanya ia yang mampu mengajak musisi bule yang notabene musisi tiga jari semua makan jengkol dan minum anggur Tjap Orang Toea].

Caliban

Bleeding Through
Jamey Jasta - HATEBREED
MXPX dan kru


Delapan tahun dengan payung yang sama menemani band-band cadas internasional nampaknya tidak membuat Beto puas. Rasa penasaran untuk mengais mimpi lebih dalam lagi setelah menikah di 2010 [salah satu pencapaian yang tadinya hanya ada di angan-angan] membawanya ke 'kotak baru' walau masih berada di lingkaran yang sama.

Spirit yang dibawa Kurt Cobain dan Nirvana menjadi penyemangat dalam menjalani hari-hari barunya. Ditambah lagi suntikan semangat dari Bob Sadino dan Ahmadinejad menjadikannya memiliki roket tambahan untuk kehidupannya. Plus kelahiran anak pertamanya Gleno Matta Bilfalay pada 25 September 2011 lalu yang sukses menggetarkan hatinya.

Bila berkesempatan untuk dilontarkan ke masa lalu maka kisaran 400M adalah era yang paling didambanya. Tanpa teknologi modern, dan pada masa itu nabi masih hidup.  Ketenangan adalah salah satu mimpi pria penyuka kucing ini.

Mimpi masa depannya yang ingin kembali dipompa adalah menjadi pengusaha. Bakat bisnis sejak masih berseragam putih merah sudah dipupuknya. Dari berjualan permen hingga mengembangkan bisnis clothing berlogo #Shit yang dibuatnya sebagai wujud kekesalan terhadap orang-orang yang kepalanya cepat membesar seperti tabung televisi puluhan inci.

Berbekal prinsip konsisten dan komitmen, dibantu dengan do'a dan izinNya, masa lalunya sudah tak lagi dipandang orang. Berganti menjadi hal-hal yang banyak dimimpikan orang. Boleh jadi, ini berkat kuotasi yang selalu dipegangnya meski ia mengaku belum berhasil melakukannya 'Belajar Mati Sebelum Mati' dari Asy Syekh Syarif Abdullah Al Banteni. Ra

Kamis, 03 November 2011

Bebas Bertemu Jerat


Saat Kenyataan Harus Pergi dari Zona Nyaman
Saya menemukan gamer super bernama lengkap Yoga Wisesa ini dari situs jejaring sosial di tempat saya bekerja. Entah mengapa, ada keyakinan bila anak muda ini hebat! Benar saja, dari yang tadinya hanya berkicau-kicau di halaman virtual kini menjadi teman kerja di kubikal beda satu blok dari tempat saya menulis catatan pendek ini.

Adalah suatu keajaiban ketika orang tua memangku balita untuk bermain SimCity 2000. Tak hanya itu, rasanya jarang menyimpan koleksi game seperti Leisure Suite Larry versi ORIGINAL. Gila, ini gila batin saya ketika membaca komentarnya di sebuah postingan.

Hebatnya, bila kebanyakan gamer hanya sibuk berkutat di depan layar lain halnya dengan sosok gamer [yang selalu ingin dibilang geek] ini yang sangat hobi dengan novel-novel luar dengan ketebalan ampun-ampunan.  Walaupun ini diakuinya tidak membuat kemampuan akademis mengalami peningkatan signifikan.

Kehidupan masa remaja tanggung turut mengantarkannya mengenal olahraga ekstrim yang sangat saya gilai di masa 'muda' : Skateboarding. Kultur rebellion yang begitu lekat dengan musik tensi tinggi. Speed dan gaspol pokoknya.

Tak lengkap bila rebellion tanpa kenakalan. Dari 'sekedar' mengerjai komputer lab dengan program sederhana yang  membuat orang satu sekolah harus menekan enter 1 JUTA kali.

Namun tak ada yang lebih gila ketimbang menyimpan CD Porn game di dalam Al Quran saat razia di sekolah menyergap tiba-tiba. "Setelahnya lolos, tapi seolah neraka menanti di depan saya," kata pemuda yang nyaris tidak pernah absen menjalankan 5 waktu meski berbagai game menggoda untuk dimainkan tanpa jeda.
Menginjak bangku kuliah di bidang desain grafis memperkenalkannya pada suatu bentuk kebohongan baru.
Iklan yang terpampang mewah di billboard jalanan, menghiasi halaman-halaman majalah atau jeda siaran televisi.  Sementara dunia tulisan dan jurnalistik dinilainya sebagai salah satu bentuk objektivitas.

Dunia yang tadinya nampak begitu sempurna dari keluarga hingga pendidikan mendadak terjungkir balik ketika sang Ayah tercinta yang memperkenalkannya ke dunia PC gaming mendadak dipanggil sang kuasa. Tanpa sakit dan kembali kepadaNya meninggalkan dua anak yang masih belum selesai kuliah dan seorang istri.

Era kehidupan santai-santai sembari menikmati kebebasan menjadi mahasiswa sontak menjadi berubah lantaran harus menjadi kepala keluarga yang harus menghidupi 3 orang. Sang ibu dilarangnya bekerja dengan alasan "Sudah, sudah cukup banyak pengorbanannya. Biarkan dia menikmati hidup,".

Namun Boss of The Universe memang tak pernah tidak adil. Tak lama berselang tawaran kerja di salah satu perusahaan industri IT terkemuka [Prolink-red] menawarinya posisi Assistant of Art Director. Sebuah posisi yang sangat mewah untuk seorang pemuda berusia di awal 20-an. Itulah awalnya menangkap sisi "Dunia yang Berbeda".

Lagi, cita-citanya menjadi jurnalis masih menggebu. Saat itu kantor saya [PCGamer-red] sedang mencari pengganti kekosongan kursi editor dan desainer. Setelah berkali-kali menseleksi orang dan tidak menemukan figur yang cocok, saya mencoba menghubungi Yoga.  Tak diduga dia sangat tertarik dan segera menjalani proses seleksi.

Baginya, ini adalah salah satu pencapaian dari mimpi masa kecilnya. Ingin dikenal orang sebagai seorang yang memberikan kontribusi di bidang gaming. Media massa adalah salah satu cara yang paling efektif untuk mewujudkan mimpi itu.
 

Sementara mimpi masa depannya? Ia hanya menjawab, "Saya ingin jalan-jalan. Syukur-syukur bisa seperti Bruce Perry atau Simon Reeve yang buat saya adalah pahlawan jurnalisme," tutupnya seraya tersenyum malu-malu.